Produsen Godok Kopi Bersertifikasi
DENPASAR— Skema sertifikasi kopi perlu dikembangkan dalam perspektif produsen. Ini mengingat sejumlah negara ASEAN memegang peran penting dalam produksi kopi, salah satunya Indonesia yang berada di peringkat keempat sebagai produsen kopi dunia.
Sejauh ini, kopi bersertifikasi berasal dari negara-negara konsumen seperti Amerika dan Eropa. ”Produsen pantas menerima kembali kompensasi dengan nilai yang lebih tinggi dari hasil sertifikasi. Di sinilah kita (Indonesia, Red) mengajak negara-negara ASEAN produsen kopi untuk mengembangkan sertifikasi dari perspektif produsen,” ujar Plt Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian (PPHP Kementan) Banun Harpini usai membuka ASEAN International Seminar on Coffee di Bali kemarin (12/6).
Dia menambahkan, seminar yang dihadiri sekitar 160 peserta dari enam negara itu bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri kopi di negara-negara ASEAN di pasar global. ”Di Indonesia, kopi telah memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi sebagai mata pencaharian bagi 1,9 juta petani, sumber devisa negara, dan mempercepat dukungan pembangunan daerah serta pembangunan industri hilir,” jelas pejabat yang juga merangkap Kepala Badan Karantina Pertanian itu.
Pada 2010, kata Banun, nilai ekspor kopi nasional mencapai USD 814 juta dengan total produksi 690 ribu ton. Kemudian pada 2011 meningkat menjadi USD 1 miliar dengan total produksi diperkirakan 700 ribu ton. Sementara itu, Direktur Pemasaran Internasional Ditjen PPHP Mesah Tarigan mengatakan, sejauh ini sudah ada itikad baik dari Eropa untuk membuat gabungan sertifikasi. Mereka mau mengadopsi keinginan konsumen dan produsen. Jadi ada jalan tengah karena kalau mengikuti konsumen saja tentu tidak fair atau adil. ”Sebenarnya tidak hanya untuk kopi, tapi juga CPO (kelapa sawit), kakao dan sebagainya, Nanti ada satu standar yang diterapkan Eropa dan itu berlaku untuk semua. Kalau sekarang sistemnya berbeda. Ketika kita mengekspor kopi ke Belanda sistemnya tidak sama dengan Jerman,” ujarnya.
Ketua Umum Gabungan Eksportir Kopi Indonesia (GAEKI) Hutama Sugandhi mengatakan, usulan sertifikasi ini perlu segera dirumuskan untuk tidak memberatkan produsen kopi di Indonesia yang rata-rata petani kecil. Saat ini, standar sertifikasi yang diterapkan negara konsumen harus disesuaikan dengan negara produsen. ”Sebagai negara produsen, seharusnya sertifikasi kopi bukan hanya dilihat dari sisi konsumen, yang notabene negara maju,” katanya.
Presiden ASEAN Coffee Club Moernadji Soedargo mengatakan, ada banyak merek sertifikasi di dunia. Selain untuk mendapatkan sertifikasi itu membutuhkan biaya mahal, banyaknya merek tersebut terkadang membingungkan. ”Kepusingan itu juga tidak hanya dari petani, tapi juga tingkat eksportir. Karena itu, dalam seminar ini akan dibahas bagaimana sertifikasi tersebut bisa akomodatif dan diterima dari sisi produsen kopi,” katanya. Perlu diketahui, acara seminar internasional itu kerja sama Ditjen PPHP Kementan dengan Direktorat Jenderal Kerja sama ASEAN, Kementerian Luar Negeri, Ditjen Agroindustri Kementerian Perindustrian, dan GAEKI. (aro)